Jumat, 01 Mei 2009

PERANAN GURU DALAM MENJALANKAN PROGRAM INOVASI DI SEKOLAH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan menjadi isu sentral karena menyangkut investasi sumber daya manusia yang akan mempengaruhi keberhasilan investasi-investasi pada bidang lain. Kemajuan suatu bangsa menjadi salah satu indikator keberhasilan pendidikan negara tersebut. Kenyataan bahwa negara maju memiliki sumber daya manusia yang mumpuni dibandingkan dengan negara berkembang adalah bukti keberhasilan pendidikan. Standar yang digunakan untuk mengukur Indeks Pembangunan Manusia adalah juga berdasarkan tingkat pendidikan.

Pada dasarnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga ( family ), masyarakat ( society ) dan pemerintah ( government ). Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan “ orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya” ( pasal 7, ayat 2 ). “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan” ( pasal 9 ). “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi” ( pasal 11, ayat 1 ). Bisa dikatakan bahwa inti kegiatan pendidikan adalah adanya interaksi antara berbagai komponen yang terlibat secara terprogram dan terencana yang menghasilkan output pendidikan yang berkualitas.

Salah satu layanan yang diberikan pemerintah bagi pendidikan yang bermutu, adalah penyediaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 2 menyatakan “ Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.

Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 20 menyatakan “ Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban : (a) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; (b) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (c) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; (d) menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; (e) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, pemerintah sangat memperhatikan pentingnya eksistensi guru bagi keberhasilan sebuah pendidikan. Pemerintah mensyaratkan “ Guru wajib memiliki kompetensi” ( pasal 2 ). Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati , dikuasai, dan diaktualisasikan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan ( pasal 3, ayat 1 ). Kompetensi Guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi ( pasal 3, ayat 2 ).

Dengan cara lain, pemerintah juga terus berusaha meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, sebagaimana dibuktikan dengan Permendiknas nomor 8 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tatakerja Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depertemen Pendidikan Nasional, bagian ke lima pasal 45 menyatakan, “ Direktorat tenaga kependidikan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi di bidang pembinaan tenaga kependidikan pada pendidikan formal”

Sistem Pendidikan Nasional merencanakan kegiatan pendidikan yang bermutu sedemikian rupa, namun kenyataan berbicara lain. Pada kenyataannya mutu pendidikan masih tidak sesuai harapan. Tidak bisa dipungkiri pendidikan masih banyak memiliki kelemahan dan kekurangan, masih harus ada pembenahan di sana-sini, harus ada kemauan untuk peningkatan mutu pendidikan oleh semua komponen yang terlibat. Dalam hal ini tidak usah mencari kambing hitam, kekurangan tersebut adalah melibatkan semua pihak dan menjadi tanggung jawab bersama pula.

1.2. Identifikasi Masalah

Pendidikan adalah pekerjaan yang tidak mudah, karena menyangkut pengelolaan manusia yang dalam pelaksanaannya tidak bisa dilakukan secara gegabah. Tidak seperti pada proses pekerjaan lain, proses pendidikan harus dilaksanakan secara tepat. Pada proses produksi pesawat terbang yang berbasis teknologi, bisa menerapkan pola trial and error, coba dan coba lagi sampai sebuah produk berhasil sesuai dengan yang diinginkan. Tidak demikian halnya dengan pendidikan, pola yang digunakan harus trial and succes, harus, dan tidak boleh tidak, karena apa jadinya jika anak kita jadikan percobaan dan kemudian gagal, maka proses proses pendidikan untuk yang bersangkutan tidak bisa diulang lagi.

Guru adalah salah satu komponen pendidikan. Ditangan mereka proses pendidikan berlangsung. Keberhasilan sebuah proses pendidikan sedikit banyak dipengaruhi oleh sejauhmana kompetensi dan profesionalisme guru. Peranan guru terasa penting, karena harapan kesuksesan sebuah proses pendidikan tertumpu pada bagaimana guru menjalankan proses pendidikan. Memang guru bukan segala-galanya, tetapi paling tidak, pada tingkatan tertentu proses pendidikan tidak akan berjalan tanpa ada guru. Guru memberikan sentuhan dinamis, yang mendorong proses pendidikan berjalan ke arah yang lebih baik.

Dalam sebuah inovasi pendidikan, peranan guru juga sangat terasa manfaat dan kegunaannya. Sebagai agen pembaharuan ( agent of change ) tentunya akan berada di garda depan, sekali-sekali berada bersama-sama, dan kadang-kadang memotivasi dari belakang. Interaksi pendidikan akan lebih bermakna, manakala sumber daya manusia yang terlibat didalamnya bekerja secara kompak dan bergerak sistematis, serta membuat sebuah sinergi, menjadikan proses pendidikan terarah kepada tujuan yang telah ditetapkan pemerintah, dan juga menjadi komitmen bersama, termasuk guru.

Guru adalah komponen pendidikan yang pertama-tama harus diperhatikan untuk sebuah proses pendidikan yang bermutu. Segala sesuatu yang berhubungan dengan guru hendaknya menjadi prioritas utama. Namun demikian, guru tidak bisa berjalan sendiri, sebab proses pendidikan adalah sebuah sistem yang melibatkan banyak pihak, maka komponen-komponen selain guru juga harus bergerak bersama guru.

1.3.Perumusan Masalah

Sejauhmana peranan guru dalam menjalankan program inovasi di sekolah ?

1.4.Tujuan Penelitian

Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peranan guru dalam menjalankan program inovasi di sekolah, sebagai bahan masukan untuk profesi guru, penentu kebijakan yang berkaitan dengan guru dan peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi dunia pendidikan, secara spesifik mereka yang memiliki profesi guru atau pihak-pihak yang intens terhadap profesi guru dan para pemerhati pendidikan, atau bahkan mungkin para pengambil kebijakan di bidang pendidikan, tetapi bisa juga untuk pengembangan wahana ilmu pengetahuan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

A. Peranan Guru

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan ” Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya” ( pasal 13, ayat 1 ). ” Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh” ( pasal 13, ayat 2 ).

Manakala tuntutan ekonomi keluarga semakin meningkat, maka seluruh orang tua akan mengambil keputusan untuk bekerja. Pada kondisi demikian, berarti orang tua tidak memiliki kesempatan untuk mendidik putra-putrinya di rumah. Alternatif yang ditempuh adalah menyekolahkan anak pada lembaga pendidikan formal. Dalam hal pendidikan dilakukan secara formal dan dengan sistem terbuka melalui tatap muka, maka peran guru akan sangat terasa urgensinya.

Pendidikan formal merupakan lembaga pendidikan kedua setelah keluarga. Pada kenyataannya, sekira 5 sampai 7 jam kehidupan anak ada di lingkungan pendidikan formal. Lebih dari setengah hari mereka berada di sekolah. Waktu yang relatif lama ini tentu harus dikelola secara baik. Pemerintah mengaturnya sedemikian rupa melalui berbagai kebijakan pendidikan, guru adalah ujung tombaknya.

Terlepas dari apakah kehadiran guru memberi kebebasan berekspresi atau bahkan sebaliknya membelenggu kreativitas siswanya, kebutuhan akan tenaga kependidikan , khususnya guru, pada lembaga pendidikan formal yang membutuhkan proses tatap muka, sangat terasa sekali. Pada lembaga pendidikan formal, guru menjalankan tugas pokok dan fungsi yang bersifat multi peran. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39, ayat 1 dan 2 sebagai berikut :

”Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”

Ada kesan bahwa proses pendidikan yang baik dan bermutu, harus dilakukan oleh para profesional. Hal ini benar adanya, karena tugas guru tidak hanya sekedar mengajar atau menyampaikan informasi, lebih dari itu seorang guru harus membimbing dan melatih yang merupakan pekerjaan seorang pelatih atau tutor. Atas dasar ini maka guru adalah profesional, karena pekerjaan pendidikan tidak bisa dilakukan oleh semua orang. Tentang guru adalah tenaga profesional, Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 2 ayat 1 menyatakan : ” Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Kemajuan pendidikan formal dari segi kuantitas di satu sisi, tidak bisa dipungkiri. Pada berbagai level pendidikan jumlah lulusan meningkat setiap tahunnya. Namun di sisi lain kualitas pendidikan dipertanyakan. Indikatornya adalah banyak lulusan tidak bisa diserap dunia kerja, pendidikan di cap hanya dapat menciptakan para penganggur, output pendidikan tidak memiliki kecakapan hidup, dan tuduhan-tuduhan lain yang mendiskriditkan dunia pendidikan.

Tentang proses pengelolaan pendidikan yang sebenarnya sudah mempersiapkan output pendidikan sedemikian rupa, agar dapat digunakan oleh dunia usaha khususnya atau memiliki kecakapan hidup di masyarakat umumnya, pemerintah sudah melakukan semuanya. Sebagaimana termaktub dalam pernyataan Udin Syaefudin Sa’ud dan Abin Syamsudin Makmun berikut :

”Pendekatan ini mengutamakan kepada keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai sektor pembangunan seperti sektor ekonomi, pertanian, perdagangan dan industri. Tujuan yang akan dicapai adalah bahwa pendidikan itu diperlukan untuk membantu lulusan memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik hingga tingkat kehidupannya dapat diperbaiki melalui penghasilan sangat appealing karena dikaitkan langsung dengan usaha pemenuhan kebutuhan dasar setiap orang. Karena itu tekanan utama adalah relevancy program pendidikan dengan berbagai sektor pembangunan dilihat dari pemenuhan ketenagaan. Pendidikan kejuruan dan teknologi baik pada tingkat menengah maupun tingkat universitas merupakan prioritas. Untuk memenuhi tuntutan relevancy seperti disebutkan di atas, kurikulum dikembangkan sedemikian rupa hingga lulusan yang merupakan output sistem pendidikan siap pakai di lapangan. Implikasi dari pendekatan ini adalah pendidikan harus diorientasikan kepada pekerjaan yang mungkin diperlukan di pasaran kerja. Jenis pekerjaan, tingkat atau level pekerjaan, persyaratan kerja, mobilitas kerja harus dijabarkan hingga educational attainment cocok dengan karakteristik berbagai persyaratan kerja di atas”. ( 2007 : 240 )

Begitu pula dengan tujuan proses pendidikan yang lain, pemerintah sudah dan sedang melaksanakan program bahwa impact lebih jauh dari proses pendidikan adalah meningkatkan kesejahtaraan masyarakat berpendidikan. Tentang ini Sudarwan Danim menyatakan :

”Inisiatif ke arah ini tentu tidak mudah karena tradisi kerja perguruan tinggi, termasuk Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang memproduk calon guru, sudah mengakar. Institusi perguruan tinggi cenderung memacu luaran ( out-put ) hingga ke tingkat yang mengagumkan. Sesungguhnya yang diperlukan saat ini bukan hanya jumlah lulusan pendidikan ( educational out-put ) yang mengagumkan itu, melainkan dampak pendidikan ( educational out-come ), berupa utilitas atau daya guna lulusan yang mampu memasuki dunia kerja (sektor publik atau privat) atau mampu menciptakan lapangan kerja baru. Meskipun sosoknya seperti itu, pendidikan nasional kita tatap memainkan peranan sangat essensial dalam proses peningkatan sumber daya manusia (SDM) Indonesia menuju insan yang beragama, berbudaya, dan mandiri, baik sebagai pribadi-sosial maupun pribadi-ekonomi” ( 2002 : 17 )

Tentang pentingnya peranan guru dalam proses pendidikan juga dijabarkan pemerintah melalui pembentukan lembaga pendidikan khusus guru. Universitas Pendidikan Indonesia ( UPI ) adalah satu-satunya lembaga pemerintah yang mempersiapkan tenaga pendidik, mulai jenjang pendidikan dasar sampai dengan menengah. Dengan adanya penunjukkan UPI sebagai satu-satunya lembaga pemerintah yang menghasilkan tenaga pendidik dan/atau lembaga lain yang ditunjuk, menunjukkan bahwa pencetakan tenaga pendidik tidak boleh dilakukan oleh sembarang lembaga. Hal ini tentu saja bertujuan agar kualitas tenaga pendidik memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan undang-undang tentang guru dan dosen.

B. Kompetensi dan Profesionalisme Guru

Sehubungan bahwa proses pendidikan adalah berkenaan dengan pengelolaan sumber daya manusia, maka guru harus kompeten dan profesional. Hal ini perlu, sebab pengelolaan pendidikan harus menghasilkan output yang langsung jadi. Tidak ada istilah kelinci percobaan untuk sebuah proses pendidikan, karena kegagalan dalam proses pendidikan akan berakibat pada pertaruhan kualitas manusia di masa depan.

B.1. Kompetensi Guru

Secara umum kompetensi diartikan sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh sebuah profesi. Tentang kompetensi guru, Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan : Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.( pasal 10, ayat 1 ).

Secara lebih terperinci, Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, menjabarkan lebih lanjut tentang makna kompetensi guru sebagai berikut :

Pasal 3

(1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.

(2) Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

(3) Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat holistik.

(4) Kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi :

a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;

b. pemahaman terhadap peserta didik;

c. pengembangan kurikulum atau silabus;

d. perancangan pembelajaran;

e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;

f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;

g. evaluasi hasil belajar; dan

h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

(5) Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang :

a. beriman dan bertakwa;

b. berakhlak mulia;

c. arif dan bijaksana;

d. demokratis;

e. mantap;

f. berwibawa;

g. stabil;

h. dewasa;

i. jujur;

j. sportif;

k. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;

l. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan

m. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

(6) Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk :

a. berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun;

b. menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;

c. bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;

d. bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan

e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

(7) Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan :

a. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan

b. konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampu.

Guru yang memiliki kompetensi sebagaimana yang diamanahkan undang-undang, memberikan jaminan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan peserta didik yang tidak hanya pintar dan cerdas, tapi juga memiliki keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Guru yang kompeten juga merupakan implementasi konsep the right man on the right job.

B.2. Profesionalisme Guru

Secara umum yang dimaksud dengan profesionalitas Guru adalah kemampuan guru menguasai bidang yang diampu. Lebih lanjut Undang-undang nomor 14 tahun 2003 tentang Guru dan Dosen menyatakan :

Pasal 2

(1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Pasal 4

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Pasal 6

Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Secara lebih luas dan mendalam, profesionalitas guru hendaknya berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai berikut :

Pasal 7

(1) Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut :

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

b. memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;

c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

(2) Pemberdayaan profesi furu atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

Untuk keberhasilan proses pendidikan yang bermutu, mutlak diperlukan tenaga guru yang profesional, karena profesionalitas guru proses pendidikan tidak dilakukan secara trial and error, melainkan dirumuskan secara jelas, mulai dari perencanaan, implementasi sampai dengan monitoring dan evaluasi.

Pendapat Sudarwan Danim, berkenaan dengan profesionalitas adalah sebagai berikut :

”Ada tiga pilar pokok yang ditunjukkan untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik. Pengetahuan adalah segala fenomena yang diketahui yang disistemasikan sedemikian rupa sehingga memiliki daya prediksi, daya kontrol, dan daya aplikasi tertentu. Pada tingkat yang lebih tinggi, pengetahuan bermakna kapasitas kognitif yang dimiliki oleh seseorang melalui proses belajar. Keahlian bermakna penguasaan substansi keilmuan, yang dapat dijadikan acuan dalam bertindak. Keahlian juga bermakna kepakaran dalam cabang ilmu tertentu untuk dibedakan dengan kepakaran lainnya. Persiapan akademik mengandung makna bahwa untuk mencapai derajat profesional atau memasuki jenis profesi tertentu, diperlukan persyaratan pendidikan khusus, berupa pendidikan prajabatan yang dilaksanakan pada lembaga pendidikan formal, khususnya jenjang perguruan tinggi.” ( 2002 : 22 )

C. Program Inovasi Sekolah

Dalam setiap organisasi perubahan itu biasa dan alamiah. Terjadinya perubahan bisa jadi menunjukkan suatu keadaan yang dinamis. Penyebab perubahan bisa berasal dari internal atau eksternal organisasi. Mengenai hal ini Moekijat menyatakan :

”Perubahan itu sebagian dipengaruhi oleh lingkungan di dalam organisasi beroperasi. Pemerintah, pelanggan, serikat pekerja, masyarakat dan lain-lain memulai perubahan dalam organisasi. Misalnya, apabila kebijaksanaan serikat pekerja sangat menyukai senioritas untuk promosi, maka akan ada tekanan untuk mengubah kebijaksanaan kepegawaian ke arah itu. Apabila para pelanggan menginginkan mutu produk yang lebih baik, maka bagian personalia akan perlu memulai program pelatihan yang meningkatkan ketrampilan tenaga kerja. Setiap kebijaksanaan dan masalah perusahaan bergantung kepada lingkungan ekstern di dalam mana perusahaan itu beroperasi. Lingkungan yang stabil berarti lebih sedikit perubahan. Perusahaan dalam industri yang dinamis mengalami lebih banyak perubahan”. ( 1995 : 100 )

Dalam dunia pendidikan, inovasi merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk peningkatan mutu pelayanan kepada customer pendidikan, khususnya peserta didik. Pelayanan pendidikan bermutu bisa dilihat dari tercapainya keinginan atau kepuasan pelanggan. Untuk pencapaian proses pendidikan bermutu dilakukan dengan cara memberdayakan para guru. Mengenai hal ini Edward Sallis mengemukakan :

”Aspek penting dari peran kepemimpinan dalam pendidikan adalah memberdayakan para guru dan memberi mereka wewenang yang luas untuk meningkatkan pembelajaran para pelajar. Stanley Spanbauer, Ketua Fox Valley Technical College, yang telah memperkenalkan TQM ke dalam pendidikan kejuruan di Amerika Serikat, berpendapat bahwa, ”Dalam pendekatan berbasis mutu, kepemimpinan di sekolah bergantung pada pemberdayaan para guru dan staf lain yang terlibat dalam proses belajar-mengajar. Para guru diberi wewenang untuk mengambil keputusan, sehingga mereka memiliki tanggungjawab yang besar. Mereka diberi keleluasaan dan otonomi untuk bertindak.” Spanbauer kembali menekankan pentingnya kepemimpinan dengan pendapat berikut : ” Komitmen jauh lebih penting dari sekedar menyampaikan pidato tahunan tentang betapa pentingnya mutu dalam sekolah. Komitmen memerlukan antusiasme dan curahan perhatian yang tiada henti terhadap pemberdayaan mutu. Komitmen selalu menghendaki kemajuan dengan metode dan cara yang baru. Komitmen memerlukan tinjauan ulang yang konstan terhadap masing-masing dan setiap tindakan.”( 2007 : 174-175 )

Dari beberapa pendapat di atas jelas bahwa guru memiliki peranan yang cukup penting untuk sebuah program inovasi. Memang mereka para guru tidak bisa terlepas dari ketergantungan pada kebijakan yang diterapkan pinpinan, namun demikian dengan modal kompetensi dan profesionalitas, tentu saja guru berkesempatan untuk melakukan inovasi dan kreativitas pengembangan pekerjaannya selama tindakannya tidak bertentangan dengan kebijakan pimpinan dan tujuan organisasi.

Agar dapat mencapai sasaran yang diharapkan, sebuah program inovasi hendaknya melalui tahapan-tahapan berikut :

· Pengembangan ( development )

· Penyebaran ( diffusion )

· Diseminasi ( dissemination )

· Perencanaan ( planning )

· Adopsi ( adoption )

· Penerapan ( implementation )

· Evaluasi ( evaluation )

Juga agar sebuah inovasi mencapai keberhasilan, maka mereka yang terlibat di dalamnya harus memiliki beberapa hal, diantaranya :

§ Kadar daya usaha yang gigih

§ Kemampuan berorientasi

§ Persamaan dengan keperluan pengguna inovasi

§ Perasaan kekitaan / simpati

§ Kerjasama dengan pemimpin yang berpengaruh

§ Kemampuan bergaul

§ Kredibilitas dan kewibawaan

§ Usaha untuk membolehkan pengguna menilai sendiri.

Keterbatasan tenaga dan kemampuan setiap orang, menghendaki penyelesaian sebuah pekerjaan dilakukan secara tim. Pimpinan adalah pembuat kebijakan dan regulator kegiatan inovasi. Tahap perencanaan dan evaluasi menjadi tanggungjawabnya. Namun dalam hal implementasi peranan guru menjadi sangat menentukan keberhasilan sebuah inovasi. Itulah karenanya agar program berjalan dan sukses, maka kerjasama antara pimpinan dan bawahan adalah mutlak dan menjadi sebuah keharusan.

2.2. Kerangka Pemikiran

Inovasi sebagai sebuah usaha menemukan benda, ide, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang dengan jalan melakukan kegiatan invention dan discovery, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibrahim, atau Inovasi dilakukan untuk tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah yang dihadapi seseorang atau kelompok orang, sebagaimana dikemukakan oleh Subandiyah, tentu saja dilakukan oleh beberapa pihak atau dipengaruhi oleh berbagai faktor, dengan kontribusi yang berbeda satu sama lain.

Dalam penelitian ini dilihat dari satu pihak, yaitu guru. Sejauhmana peranan dan kontribusi guru terhadap pelaksanaan sebuah program inovasi di sekolah.

2.3. Hipotesis

Terdapat peran dan kontribusi berarti yang diberikan guru dalam pelaksanaan program inovasi di sekolah.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Urgensi eksistensi Guru

Berdasarkan pengamatan dan kejadian di lapangan, tidak dapat dipungkiri, bahwa yang menjadi ujung tombak pendidikan adalah guru. Seluruh program pendidikan yang direncanakan pemerintah, secara sistematis didelegasikan dari pengambil kebijakan yang paling tinggi di tingkat pusat, ke daerah di tingkat yang lebih rendah, pada akhirnya akan bermuara pada guru.

Segala produk kebijakan pendidikan, hampir pasti seluruhnya ditujukan untuk guru. Penataran dilakukan untuk guru, Pendidikan dan Latihan juga untuk guru. Dari delapan Standar Nasional Pendidikan, tiga diantaranya, yaitu Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian, dilakukan oleh guru. Untuk peningkatan kualitas pendidikan, pemerintah menentukan standar kompetensi dan profesionalitas guru.

Ketika pendidikan memasuki era persaingan yang sedemikian terbuka, maka usaha-usaha kolaboratif untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pembalajaran menjadi sebuah keniscayaan, oleh karena itu inisiatif menghasilkan output yang bermutu untuk dapat mengisi sektor pembangunan segera dapat diwujudkan. Tenaga kependidikan merupakan salah satu kunci keberhasilan atau kegagalan gerakan pendidikan dalam rangka memenuhi standar mutu, baik standar produk dan pelayanan maupun standar customer pendidikan pada umumnya.

Tantangan masa depan sistem pendidikan di Indonesia tidak semata-mata menyangkut upaya untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pendidikan secara internal, tetapi juga meningkatkan kesesuaian pendidikan dengan aneka sektor kehidupan lain. Oleh karena itu perlu dibuat program pengembangan tenaga kependidikan yang terencana berikut pemilihan model Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Guru yang dipandang cocok menurut kebutuhan jenis ketenagaan dan potensi yang ada.

Pengembangan profesional guru dimaksudkan untuk memenuhi paling tidak, tiga kebutuhan yang sekalipun beragam, tetapi memiliki banyak kesamaan:

Pertama, kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi, serta melakukan adaftasi untuk penyusunan kebutuhan-kebutuhan sosial.

Kedua, kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staf pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas. Dengan demikian, guru dapat mengembangkan potensi sosial dan potensi akademik generasi muda dalam interaksinya dengan alam lingkungannya.

Ketiga, kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong kehidupan pribadinya, seperti halnya dia membantu siswanya dalam mengembangkan keinginan dan keyakinan untuk memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi dasarnya sebagai manusia.

Tujuan pendidikan senantiasa menjadi perdebatan tiada henti. Karena itu, guru senantiasa diingatkan agar menjadi dan tampil humanis dan personal. Mereka diharuskan untuk mengajarkan keterampilan-keterampilan dasar, mempelakukan setiap anak didik secara individual, menumbuhkan keyakinan pada setiap orang, khususnya peserta didik, untuk menerima standar yang ditetapkan di lembaga pendidikan.

Semua persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi guru, semata-mata menjadi modal dasar yang akan digunakan dalam pekerjaannya sebagai agen perubahan atau inovator pendidikan, dengan harapan proses pendidikan yang menjadi beban tanggung jawab guru dapat dilaksanakan secara optimal, tepat sasaran, dan menghasilkan peserta didik yang dapat bersaing dan eksis dalam masyarakat, yang pada gilirannya membawa kemakmuran bagi diri peserta didik itu sendiri, keluarga, masyarakat dan negaranya dimasa mendatang. Oleh karena proses pendidikan potensi sumber daya manusia benar-benar menjadi modal pembangunan, dan bukan menjadi beban negara.

B. Peran Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Guru sebagai pejabat fungsional harus profesional, artinya seorang guru harus memiliki keahlian dan keterampilan yang teleh dipersiapkan melalui proses pendidikan dan pelatihan secara khusus dalam bidangnya. Kompetensi dan profesionalitasnya itu bisa diwujudkan dalam peranannya ketika melakukan proses pembelajaran, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Guru Sebagai Pengajar ( Instruktur )

Sebagai pengajar, guru harus memiliki keahlian khusus. Oleh karena, profesi ini tidak dapat dikerjakan oleh sembarang orang yang tidak memiliki keterampilan sebagai pengajar.

Mengajar merupakan aktivitas yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Keberhasilan belajar siswa sangat tergantung pada peran guru dalam melaksanakan tugasnya.

Pada dasarnya mengajar adalah membimbing siswa dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, seorang guru dituntut untuk berperan sebagai organisator kegiatan belajar mengajar yang mampu memanfaatkan lingkungan, baik yang ada di dalam kelas, maupun di luar kelas, yang mendukung terhadap proses belajar mengajar.

2. Guru Sebagai Pendidik ( Educational )

Guru bukan hanya sebagai pengajar yang setiap hari sekedar menyampaikan pelajaran kepada siswa, menyampaikan keterangan-keterangan atau fakta-fakta, memberikan tugas dan memeriksanya, melainkan guru juga sebagai pendidik yang berkewajiban membantu pertumbuhan dan perkembangan siswa dalam mewujudkan kedewasaannya. Membantu aspek intelektual, sikap, minat, emosional, dan sosial.

Sarwono Sudiarto ( Direktur BRI ) dalam motivasinya di acara Corporate Social Responsibility ( CSR ) di Bandung, yang dimuat di harian Republika edisi sabtu 16 Pebruari 2008, mengatakan : ” Guru harus bisa memberi teladan kepada siswanya, layaknya mendidik kepada seorang anak, guru harus bersikap demikian kepada siswanya. Keteladanan seorang guru baru bisa dilakukan bila memenuhi motto hidup Silih Asah, Asih, Asuh. Bila mengedepankan motto tersebut, sambung Sarwono maka seorang guru tidak akan berambisi dengan jabatan profesinya, harus diyakini bahwa Alloh SWT menciptakan kita untuk menjadi seorang guru”.

Jabatan guru sebagai suatu profesi tidak saja mulia karena berhubungan langsung dengan masalah kedewasaan anak, tetapi juga merupakan tugas yang cukup berat. Tugas yang mulia dan berat itu hanya dapat diwujudkan oleh orang-orang yang memiliki kecintaan terhadap pekerjaan mendidik yang dasarnya bersumber dari kecintaan kepada anak-anak.

3. Guru Sebagai Pemimpin ( Manajer )

Situasi belajar mengajar didalam kelas secara langsung dipengaruhi oleh kepemimpinan guru. Kepemimpinan diartikan sebagai proses mengarahkan, membimbing, mempengaruhi, mengawasi pikiran, perasaan atau tindakan, dan tingkah laku. Dari pengertian itu, berarti seorang guru harus melakukan usaha menggerakkan, memberikan motivasi, serta menyatukan pikiran dan tingkah laku para siswa dengan guru agar mengarah pada tujuan yang terdapat dalam program belajar mengajar. Dengan demikian terjadi sinergi antara guru dan siswa, sehingga tujuan pembelajaran pun akan berhasil dengan baik.

Dari berbagai uraian di atas maka berarti guru adalah komponen yang memiliki peran sangat penting dalam program belajar mengajar dalam arti sempit dan dalam palaksanaan inovasi pendidikan dalam arti luas.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Guru memiliki peran dan kontribusi yang sangat berarti bagi institusi sekolah dalam hal pelaksanaan sebuah program inovasi. Hal ini ditunjukkan oleh betapa pentingnya eksistensi guru dalam sebuah proses pendidikan berbasis tatap muka dan berjenjang pada jalur pendidikan formal.

4.2. Saran-saran

Sudah banyak produk kebijakan pemerintah di bidang pendidikan yang diratifikasi, baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri, hanya masih harus ditingkatkan lagi implementasi praktis sebuah kebijakan.

Produk yang sudah bagus akan menjadi kurang berarti, jikalau hanya merupakan slogan yang terpampang di setiap instansi, justru yang diharapkan adalah dampak penerapan produk kebijakan tersebut dalam dunia pendidikan yang sebenarnya, dan dapat dirasakan manfaatnya bagi khalayak pendidikan itu sendiri, serta implikasi bagi pengguna output pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Danim Sudarwan. ( 2002 ). Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung. Pustaka Setia.

Sa’ud Syaefudin Udin dan Makmun Syamsudin Abin. ( 2007 ). Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung . PT. Remaja Rosdakarya.

Moekijat. ( 1995 ). Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. Bandung. Mandar Maju.

Sallis Edward. ( 2007 ) Total Quality Management in Education ( Manajemen Mutu Pendidikan). Jogjakarta. IRCiSoD

Undang – undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang – undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang Guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar